Demokrasi
adalah sebuah sistem politik yang muncul dari akidah sekularisme dengan
prinsip-prinsip pokoknya yang bertentangan dengan Islam. Demokrasi merupakan
istilah Barat, yang oleh presiden AS Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburg
(1863) dikatakan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
Prinsip
pokok demokrasi yang paling mendasar adalah kedaulatan rakyat. Suara rakyat
dianggap sebagai sumber hukum (source of law) yang paling pokok dan
paling tinggi. Karena itu, kebenaran harus didasarkan pada suara mayoritas
rakyat. Rakyat mempunyai otoritas mengangkat dan memberhentikan pemimpin.
Rakyat juga berhak membuat peraturan dan UU karena mereka adalah pemilik
kedaulatan melalui wakil-wakil mereka di parlemen. Berdasarkan prinsip penting
ini perkara yang benar dan salah kemudian ditentukan oleh suara manusia atas
nama suara rakyat atau suara mayoritas.
Berdasarkan
prinsip kedaulatan rakyat ini kemudian dibangun sistem berikut mekanismenya.
Dibuatlah sistem Pemilu regular untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat.
Terdapat lembaga parlemen yang diklaim merupakan representasi rakyat, mekanisme
pengambilan keputusan di parlemen yang berdasarkan suara terbanyak, pembagian
kekuasaan yang dikenal dengan trias politika dan mekanisme koreksi lewat
partai-partai politik. Semua itu dibangun untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
Dalam Islam
sangat jelas bahwa kedaulatan bukanlah di tangan rakyat, tetapi di tangan
syariah. Sumber hukum satu-satunya (mashdar al-hukmi) adalah al-Quran
dan as-Sunnah. Allah Swt. berfirman:
Jika kalian
berselisih paham dalam suatu perkara, hendaklah kalian merujuk kepada Allah
(al-Quran) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) (QS an-Nisa’ [4]: 59).
Dengan
berpegang teguh pada dua perkara ini kita tidak akan tersesat. Inilah yang
disabdakan Rasulullah saw.:
Aku meninggalkan
untuk kalian dua perkara dan kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh
pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku (HR al-Hakim).
Karena itu,
demokrasi sebagai sistem politik dengan Islam bertolak belakang. Perbedaan
secara mendasar demokrasi dengan Islam dilihat dari sumber kedaulatan ini.
Memang, baik
dalam Islam maupun demokrasi, rakyatlah yang memilih kepala negara. Namun,
syarat kepala negara dalam sistem demokrasi dan Islam berbeda. Dalam Islam,
misalnya, di antara syarat kepala negara adalah wajib beragama Islam dan
laki-laki. Sistem demokrasi tentu tidak mensyaratkan hal itu. Dalam demokrasi,
pemimpin dipilih secara rutin lewat Pemilu reguler. Sebaliknya, dalam Islam,
selama pemimpin (khalifah) masih memenuhi syarat in’iqâd (pengangkatan)
yang hukumnya wajib, juga selama tidak melakukan penyimpangan dalam bentuk kufr[an]
bawah[an] (kekufuran yang nyata), ia tidak boleh diganti. Dalam Islam
terdapat kewajiban untuk menaati pemimpin selama dia tidak menyimpang dari
hukum syariah.
Syura dalam sistem Islam juga berbeda
dengan demokrasi. Kata Syaikh Abdul Qadim Zallum (1990), “Demokrasi bukanlah syura,
karena syura artinya adalah meminta pendapat (thalab ar-ra’y).
Sebaliknya, demokrasi adalah suatu pandangan hidup dan kumpulan ketentuan untuk
seluruh konstitusi, undang-undang dan sistem (pemerintahan).”
Jelas,
dilihat dari sejarah kemunculan sistem demokrasi yang berasal dari Barat,
prinsip pokok, berikut mekanisme yang ada di dalamnya, demokrasi tidak ada
hubungannya dengan Islam. Sistem ini bahkan bertentangan 100 persen dengan
sistem Islam.
Terima kasih atas artikel nya.... :)
ReplyDeleteIni sangat membantu presentasi dadakan sayaa... :))