People power
adalah
kekuatan rakyat; biasanya digunakan untuk melakukan perubahan dengan
menjatuhkan rezim yang ada, lalu menggantinya dengan rezim yang baru. Perubahan
dengan menggunakan kekuatan rakyat ini bisa digunakan untuk tujuan reformasi
maupun revolusi, baik untuk mengubah sebagian sistem yang ada maupun mengubah
seluruh sistem yang ada dengan sistem yang lain sama sekali.
Karena pihak
yang mempunyai kekuatan ketika itu adalah kepala suku dan kabilah, maka kepada
merekalah Rasulullah saw. berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan
pertolongan. Rasulullah pernah mendatangi Bani Tsaqif di Taif, Bani Hanifah,
Bani Kalb, Bani Amir bin Sha’sha’ah dan sejumlah kabilah yang lain. Namun,
ternyata semuanya menolak. Ada yang menolak dengan keras, bahkan tidak
manusiawi, seperti yang Beliau alami di Taif; ada juga yang menolak tanpa
syarat, seperti yang Beliau alami ketika menyatakan hasrat Beliau kepada Bani
Hanifah; atau ditolak karena Beliau tidak mau mengabulkan syarat mereka,
seperti yang Beliau alami dari Bani Amir bin Sha’sha’ah.
Justru
karena itulah, cara dan langkah yang Beliau tempuh ini hukumnya wajib.
Alasannya: (1) karena langkah ini Beliau lakukan dengan konsisten, apapun
dampak dan risikonya; (2) dampak dan risiko yang Beliau terima ternyata tetap
tidak mengubah konsistensi Beliau. Dua hal ini menjadi indikasi (qarinah),
bahwa cara dan langkah tersebut hukumnya memang wajib. Karena itu, cara
tersebut tidak pernah Beliau tinggalkan, apapun risikonya.
Dalam
konteks sekarang, thalab an-nushrah bisa dilakukan terhadap kepala
negara, kepala suku dan kabilah, polisi, militer serta siapa saja yang
mempunyai kekuatan dan pengaruh secara real di tengah masyarakat. Syaratnya,
mereka harus mengimani sistem Islam dan membenarkannya. Ini didasarkan pada
riwayat:
وَيَسْأَلُهُمْ
أَنْ يُصَدِّقُوْهُ، وَيَمْنَعُوْهُ
Beliau pun
meminta mereka untuk membenarkan Beliau, dan memberikan perlindungan kepadanya.
Inilah
satu-satunya cara yang legal dalam pandangan syariah dalam melakukan perubahan
dan membangun pemerintahan Islam.
Kedua: cara people power ini juga
salah. Selain menyimpang dari ketentuan syariah, cara seperti ini juga bisa
dianggap sebagai kesalahan strategi. Pasalnya, tujuan dari proses perubahan
melalui people power tersebut sebenarnya untuk mewujudkan rezim baru
guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Namun nyatanya, people power
atau revolusi rakyat justru sering menimbulkan kekacauan yang luar biasa,
termasuk mengorbankan hak milik umum, negara dan kepentingan rakyat. Jika
kondisi ini terjadi, tujuan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik jauh api
dari panggang. Selain itu, cara seperti ini juga bisa memicu terjadinya konflik
horisontal, yang mengakibatkan perpecahan di tengah-tengah umat. Pertanyaannya,
mungkinkah membangun negara dan pemerintahan yang solid, sehingga seluruh
sistemnya bisa dijalankan, jika umat dan rakyatnya terpecah-belah? Jelas tidak
mungkin.
Ketiga: cara people power ini juga
berbahaya. Belajar dari kasus Suriah, misalnya, meski people power tersebut
dilakukan oleh kelompok tertentu, sebut saja Ikhwan al-Muslimin, akibat
dari tindakan kelompok tersebut, stigmatisasi dan generalisasi pun terjadi pada
seluruh kaum Muslim. Dampak dari tindakan tersebut, penguasa Suriah bahkan
memberlakukan larangan terhadap apapun yang berbau Islam, hatta shalat
lima waktu. Hingga kini, penguasa Suriah bertindak sadis dan di luar batas
perikemanusiaan. Tindakan-tindakan brutal tersebut hingga kini masih terus
berlanjut. Apa yang terjadi minggu-minggu ini di Suriah adalah contoh nyata
bentuk kebrutalan mereka, yang dipicu oleh pengalaman sejarah peristiwa people
power tersebut. Meski penguasanya berganti, tradisi kebengisan dan kebrutalannya
tetap saja dipertahankan.
Karena itu,
upaya-upaya people power, revolusi rakyat atau sejenisnya bukan saja
tidak boleh, bahkan harus dicegah. Siapa saja yang melakukan upaya-upaya
tersebut juga jelas bukanlah orang yang ikhlas dan sungguh-sungguh
berjuang untuk kepentingan umat.
Jika
demikian, lalu bagaimana sesungguhnya gambaran membangun pemerintahan Islam
melalui jalan umat?
Caranya umat
harus dipersiapkan agar meyakini dan menerima sistem Islam, baik sistem
pemerintahannya, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum maupun politik luar
negerinya. Sebab, kekuatan negara dan pemerintahan dalam pandangan Islam
terletak pada umat. karena faktanya negara adalah entitas teknis yang
mengimplementasikan seluruh konsepsi, standarisasi dan keyakinan yang diterima
oleh umat. Karena itu, penerimaan umat terhadap konsepsi, standarisasi dan
keyakinan Islam tersebut merupakan pilar dasar bagi tegaknya sistem Islam.
Begitu juga sebaliknya.
Dengan
demikian, jelas sekali, yang dimaksud dengan ‘an thariq al-ummah (melalui
jalan umat) bukanlah people power atau revolusi rakyat, melainkan upaya
sungguh-sungguh dan sistematik membangun sistem yang dibangun berdasarkan
kekuatan umat, melalui keyakinan, dukungan dan implementasi mereka terhadap sistem
tersebut. Adapun proses perubahannya dari sistem kufur ke sistem Islam hanya
dilakukan melalui thalab an-nushrah, bukan dengan cara yang lain. Wallâhu
a‘lam.
No comments:
Post a Comment