Sunnatulloh atau Hukum Alloh yang berlaku dalam kehidupan di dunia
mengambil bentuk yang beraneka-ragam. Di antaranya adalah seperti benda yang
dilempar ke atas mestilah jatuh ke bawah, atau manusia yang haus dan
lapar berarti perlu minum dan makan untuk menghilangkannya, atau seseorang
yang dibacok tangannya niscaya menjadi terluka dan berdarah, atau Alloh
menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada siang ada malam, ada
panas ada dingin, ada sehat ada sakit, ada senang ada susah, ada lapang ada
sempit, ada kaya ada miskin, ada menang ada kalah, dan masih
banyak lagi yang lainnya.
Kali ini kita akan coba mencermati satu lagi sunatulloh yang bernama Sunnatu
At Tadaawul (Sunnatulloh dalam hal Pergantian Giliran Kepemimpinan). Hal
ini kita temukan dalam sebuah ayat berikut,
”Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami
pergilirkan di antara manusia. (Quran
surat Ali Imron ayat 140.
Ayat ini jika kita baca dengan lengkap ialah,
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka
sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa.
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia
(agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Alloh membedakan orang-orang yang
beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikanNya (gugur
sebagai) syuhada. Dan Alloh tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Quran Ali
Imran ayat 140.
Agar ummat Islam benar-benar memahami dan menghayati Sunnatu At Tadaawul,
maka melalui ayat ini Alloh mengkaitkannya dengan kejadian perang Uhud yang
baru saja dialami kaum muslimin. Perang Uhud merupakan perang kedua setelah
perang Badar. Di dalam perang Badar para sahabat meraih kemenangan padahal
mereka hanya berjumlah 313 personel melawan kaum kafir musyrik Qurais yang
berjumlah 1000 personel. Sedangkan dalam perang berikutnya, yaitu perang Uhud
kaum muslimin pada tahap awal perang sesungguhnya meraih kemenangan. Namun
begitu pasukan pemanah meninggalkan pos pertahanan di bukit Uhud, maka segera
situasinya berbalik. Alloh malah akhirnya mengizinkan kemenangan berada di
pihak kaum kafir musyrik Qurais sedangkan Nabi dan para sahabat harus
menderita kekalahan.
Sehingga Alloh berfirman, ”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka
(penderitaan kekalahan), maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang
Badar) mendapat luka (penderitaan kekalahan) yang serupa.”
Mengapa Alloh perlu membiarkan kaum muslimin menderita kekalahan? Mengapa
sebaliknya Allah mengizinkan kaum kuffar musyrik Qurais mengalami kemenangan?
Alloh sendiri menjelaskannya.
Pertama, karena Alloh ingin menggilir
kemenangan dan kekalahan di antara manusia. Kejayaan dan kehancuran ingin
digilir di antara manusia. Itulah tabiat dunia. Di dunia yang fana ini tidak
ada perkara yang bersifat langgeng dan abadi. Tidak ada pihak yang terus
menerus menang atau terus menerus kalah. Semua akan mengalami giliran yang
silih berganti. Tanpa kecuali, orang-orang berimanpun mengalami keadaan yang
silih berganti di dunia. Bukan karena beriman lalu seseorang atau sekelompok
orang harus menang terus. Tanpa pernah mengalami kekalahan bagaimana seseorang
atau sekelompok orang akan menghargai dan mensyukuri kemenangan?
Kedua, karena Alloh hendak memisahkan dan
membedakan orang beriman dengan orang kafir. Dengan adakalanya mengalami
kemenangan dan kekalahan, maka akan terlihat siapa orang yang pandai bersyukur
saat menang dan siapa yang pandai bersabar kala mengalami kekalahan. Sebaliknya
akan terlihat pula siapa orang yang lupa diri kala menang dan siapa yang
berputusasa ketika kalah.
Ketiga, karena melalui pengalaman silih
bergantinya kemenangan dan kekalahan Alloh hendak memberi peluang orang-orang
beriman untuk meraih bentuk kematian yang paling mulia, yaitu mati syahid.
Alloh berkehendak mencabut nyawa orang-orang beriman sebagai para syuhada
yang ketika berpisah ruh dari jasadnya, maka ruh mulia tersebut akan
langsung dijemput burung-burung surga.
Berdasarkan hal di atas, maka perjalanan sejarah ummat Islam bisa dilihat
sebagai sebuah perjalanan panjang yang diwarnai oleh silih bergantinya
pengalaman kemenangan dan kekalahan ummat ini atas kaum kafir. Silih
bergantinya kejayaan dan kehancuran umat. Kadang ada masanya orang-orang
beriman memimpin umat manusia, namun ada masanya orang-orang kafir yang
memimpin umat manusia. Sudah barang tentu pada masa dimana orang beriman
memimpin masyarakat, maka berbagai program dan aktifitas sepatutnya lebih
bernuansa ”rasa syukur” akan nikmat kemenangan yang sedang dialami. Sebaliknya,
ketika kaum kafir yang memimpin umat manusia, maka sudah sepantasnya
orang-orang beriman mengisi perjalanan hidupnya dengan dominasi ”sikap sabar”
atas kekalahan yang sedang dideritanya.
Lalu bagaimanakah keadaan realitas
kita dewasa ini?.nantikan di Sunnatulloh Dalam Hal
Giliran Kepemimpinan bagian ke 2.
No comments:
Post a Comment