Monday, 7 November 2016

Periode Kepemimpinan Islam bag1



Sunnatulloh atau Hukum Alloh yang berlaku dalam kehidupan di dunia mengambil bentuk yang beraneka-ragam. Di antaranya adalah seperti benda yang dilempar ke atas mestilah jatuh ke bawah, atau manusia yang haus dan lapar berarti perlu minum dan makan untuk menghilangkannya, atau seseorang yang dibacok tangannya niscaya menjadi terluka dan berdarah, atau Alloh menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, ada sehat ada sakit, ada senang ada susah, ada lapang ada sempit, ada kaya ada miskin, ada menang ada kalah,  dan masih banyak lagi yang lainnya.
Lalu ada pula sunnatullah yang berlaku dalam kaitan dengan sekumpulan manusia alias suatu kaum atau suatu umat. Seperti misalnya Alloh tidak akan membinasakan suatu kaum sebelum dikirm terlebih dahulu seorang Nabi atau Rosul dariNya yang bertugas memberikan teguran dan peringatan kepada kaum tersebut.  Atau contoh lainnya ialah Alloh tidak akan membiarkan adanya suatu kaum yang berlaku sewenang-wenang terhadap kaum kaum lainnya kecuali Alloh akan hadirkan sekelompok manusia lainnya yang bertugas menjadi penyeimbang atas kelompok yang berlaku zalim tersebut. Ini dikenal dalam istilah Islam sebagai Sunnatu At Tadaafu, (Sunnatullah dalam hal Konflik Antar Umat).
Kali ini kita akan coba mencermati satu lagi sunatulloh yang bernama Sunnatu At Tadaawul (Sunnatulloh dalam hal Pergantian Giliran Kepemimpinan). Hal ini kita temukan dalam sebuah ayat berikut,
”Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia.  (Quran surat Ali Imron ayat 140.
Ayat ini jika kita baca dengan lengkap ialah,
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Alloh membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) syuhada. Dan Alloh tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Quran Ali Imran ayat 140.
Agar ummat Islam benar-benar memahami dan menghayati Sunnatu At Tadaawul, maka melalui ayat ini Alloh mengkaitkannya dengan kejadian perang Uhud yang baru saja dialami kaum muslimin. Perang Uhud merupakan perang kedua setelah perang Badar. Di dalam perang Badar para sahabat meraih kemenangan padahal mereka hanya berjumlah 313 personel melawan kaum kafir musyrik Qurais yang berjumlah 1000 personel. Sedangkan dalam perang berikutnya, yaitu perang Uhud kaum muslimin pada tahap awal perang sesungguhnya meraih kemenangan. Namun begitu pasukan pemanah meninggalkan pos pertahanan di bukit Uhud, maka segera situasinya berbalik. Alloh malah akhirnya mengizinkan kemenangan berada di pihak  kaum kafir musyrik Qurais sedangkan Nabi dan para sahabat harus menderita kekalahan.
Sehingga Alloh berfirman, ”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka (penderitaan kekalahan), maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka (penderitaan kekalahan) yang serupa.”
Mengapa Alloh perlu membiarkan kaum muslimin menderita kekalahan? Mengapa sebaliknya Allah mengizinkan kaum kuffar musyrik Qurais mengalami kemenangan? Alloh sendiri menjelaskannya.
Pertama, karena Alloh ingin menggilir kemenangan dan kekalahan di antara manusia. Kejayaan dan kehancuran ingin digilir di antara manusia. Itulah tabiat dunia. Di dunia yang fana ini tidak ada perkara yang bersifat langgeng dan abadi. Tidak ada pihak yang terus menerus menang atau terus menerus kalah. Semua akan mengalami giliran yang silih berganti. Tanpa kecuali, orang-orang berimanpun mengalami keadaan yang silih berganti di dunia. Bukan karena beriman lalu seseorang atau sekelompok orang harus menang terus. Tanpa pernah mengalami kekalahan bagaimana seseorang atau sekelompok orang akan menghargai dan mensyukuri kemenangan?
Kedua, karena Alloh hendak memisahkan dan membedakan orang beriman dengan orang kafir. Dengan adakalanya mengalami kemenangan dan kekalahan, maka akan terlihat siapa orang yang pandai bersyukur saat menang dan siapa yang pandai bersabar kala mengalami kekalahan. Sebaliknya akan terlihat pula siapa orang yang lupa diri kala menang dan siapa yang berputusasa ketika kalah.
Ketiga, karena melalui pengalaman silih bergantinya kemenangan dan kekalahan Alloh hendak memberi peluang orang-orang beriman untuk meraih bentuk kematian yang paling mulia, yaitu mati syahid. Alloh berkehendak mencabut nyawa orang-orang beriman sebagai para syuhada yang ketika berpisah ruh dari jasadnya, maka ruh mulia tersebut  akan langsung dijemput burung-burung surga.
Berdasarkan hal di atas, maka perjalanan sejarah ummat Islam bisa dilihat sebagai sebuah perjalanan panjang yang diwarnai oleh silih bergantinya pengalaman kemenangan dan kekalahan ummat ini atas kaum kafir. Silih bergantinya kejayaan dan kehancuran umat.  Kadang ada masanya orang-orang beriman memimpin umat manusia, namun ada masanya orang-orang kafir yang memimpin umat manusia. Sudah barang tentu pada masa dimana orang beriman memimpin masyarakat, maka berbagai program dan aktifitas sepatutnya lebih bernuansa ”rasa syukur” akan nikmat kemenangan yang sedang dialami. Sebaliknya, ketika kaum kafir yang memimpin umat manusia, maka sudah sepantasnya orang-orang beriman mengisi perjalanan hidupnya dengan dominasi ”sikap sabar” atas kekalahan yang sedang dideritanya.
Lalu bagaimanakah keadaan realitas kita dewasa ini?.nantikan di Sunnatulloh Dalam Hal Giliran Kepemimpinan bagian ke 2.

No comments:

Post a Comment