Wednesday, 25 December 2019

Demokrasi, Bagaimana Jika Mayoritas Rakyat ingin Khilafah?

Salah satu pilar demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat, suara rakyat adalah yang paling tinggi kedudukannya. Jika mayoritas suara rakyat menginginkan kebijakan A bukan B, maka kebijakan A lah yang menang bukan B meskipun secara logika kebijakan B lebih bagus atau sebaliknya. Dalam penerapannya konsep suara rakyat ini diwujudkan dengan adanya lembaga perwakilan rakyat, yang mana para wakil rakyat yang duduk di Dewan / senat ini mewakili suara rakyat secara umum di wilayahnya..


Dengan adanya lembaga perwakilan rakyat ini, suara rakyat secara umum dapat lebih mudah untuk di musyawarahkan dan diputuskan berdasarkan suara mayoritas wakil rakyat di lembaga yang di sebut Dewan Perwakilan Rakyat. Namun kenyataanya konsep kedaulatan rakyat ini tidaklah sesuai antara teori dan prakteknya. Justru yang terjadi banyak kebijakan yang kemudian bertolak belakang antara suara mayoritas rakyat dengan suara dewan yang menjadi wakil mereka. Kebijakan yang di putuskan lebih cenderung mengakomodasi kepentingan wakil rakyat itu sendiri beserta para pemodal yang ikut serta membantu mereka dari segi finasial untuk dapat menduduki kursi wakil rakyat.

Praktek semacam ini, adalah konsekwensi logis dari sistem demokrasi itu sendiri yang memang butuh biaya tinggi. Sistem demokrasi dalam menentukan para wakil rakyat sebagai pembuat kebijakan maupun pejabat daerah selaku pelaksana kebijakan seperti bupati, gubernur, sampai presiden membutuhkan biaya yang tinggi. Dampaknya setiap kebijakan yang muncul bukan atas nama suara rakyat, tetapi lebih kepada suara pemilik modal. Tidak salah jika yang menjadi penguasa dan pembuat kebijakan dalam sistem demokrasi ini sesungguhnya adalah para pemilik modal. Bisa pemilik modal ini adalah murni orang lain (pemodal) atau mereka sendiri yang sekaligus sebagai pengusaha (pemodal).

Namun suara rakyat ini bisa saja menang jika rakyat bergerak dan memaksa para wakil rakyat untuk mendengarkan aspirasi mereka sampai keinginan rakyat ini terpenuhi. Harus ada aksi dulu yang tidak jarang menimbulkan bentrok fisik antara rakyat dengan aparat keamanan, bahkan bisa sampai timbul korban jiwa atas aksi tersebut. Dalam situasi seperti ini, barulah suara rakyat dapat dengar dan mungkin dimenangkan. Namun perlu di ingat aksi semacam ini tidak serta merta dapat dimenangkan, jika suara mayoritas rakyat secara nasional masih mendukung mereka / rezim berkuasa.  Karena para wakil rakyat dan penguasa juga melihat pendapat suara secara nasional atas tuntutan yang diinginkan.

Ada satu pertanyaan menarik dari salah satu pilar demokrasi bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat ini. Yaitu, Bagaimana jika mayoritas rakyat secara nasional menginginkan perubahan mendasar yaitu mengganti sistem demokrasi menjadi sistem khilafah?


Tidak bisa di pungkiri, isu khilafah saat ini sudah menjadi opini umum, ada yang pro dan ada yang kontra. Isu khilafah menjadi sesuatu yang tidak terbendung, semakin di larang justru semakin banyak orang yang penasaran. Khilafah menjadi semacam solusi atas segala permasalahan yang ada yang tidak bisa diselesaikan oleh sistem demokrasi. Banyak yang mengopinikan negatif isu khilafah, tetapi banyak juga yang mengconter khilafah menjadi isu yang positif. Perang pemikiran baik di media sosial, cetak maupun elektronik secara pasti justru semakin mengangkat khilafah sebagai opini umum di masyarakat.

Hingga pada suatu titik nanti, ketika opini khilafah menjadi opini umum yang positif yang dipercaya masyarakat menjadi satu satunya solusi atas permasalahan nasional maupun dunia, maka bagaimana sistem demokrasi menyikapinya. Bagaimana jika suara rakyat secara nasional ternyata menginginkan khilafah sebagai pengganti demokrasi? Bagaiana jika mayoritas rakyat mendesak wakil rakyat yang menjadi wakil mereka untuk mengganti sistem demokrai dengan sistem khilafah?

Pilar demokrasi kedaulatan ditangan rakyat sesungguhnya menghendaki perubahan pada dirinya sendiri. Dengan menjadikan suara mayoritas rakyat sebagai sesuatu yang wajib di laksanakan sesungguhnya demokrasi menghendaki perubahan pada dirinya sendiri. Tidak ada yang harga mati dalam sistem demokrasi, yang ada hanya KESEPAKATAN berdasarkan suara mayoritas rakyat. Ketika rakyat secara mayoritas bersepakat untuk mengganti demokrasi dengan khilafah, maka itu sesungguhnya adalah prinsip ajaran demokrasi itu sendiri yang mengajarkan perubahan sesuai suara mayoritas.

Namun jika ternyata khilafah tetap ditolak penguasa meski suara mayoritas rakyat menghendaki, maka sesungguhnya ia telah melanggar prinsip demokrasi itu sendiri. Jika wakil rakyat secara mayoritas menolak khilafah, sesungguhnya mereka melakukan pelanggaran berat terhadap prinsip demokrasi itu sendiri. Tanpa rakyat sebetulnya tidak ada wakil rakyat, karena mereka ada karena ada rakyat. Mereka dipilih karena ada rakyat yang memilih. Jika wakil mereka tetap ngotot maka sebenarnya mereka telah hilang kedaulatanya untuk mengatasnamakan suara wakil rakyat. Demokrasi secara alamiah telah menghendaki perubahan pada dirinya sendiri, jika sudah waktunya opini rakyat terbentuk untuk melakukan perubahan mendasar.

Slogan 4 pilar harga mati sebetulnya melanggar prinsip demokrasi itu sendiri. Dalam sistem demokrasi tidak ada yang namanya harga mati, demokrasi terus berubah sesuai suara mayoritas yang akhirnya menghasilkan suatu kesepakatan. Pancasila dapat saja berubah jika ada kesepakatan baru yang menghendaki itu, karena adanya pancasila adalah juga hasil kesepakatan. NKRI juga bukan harga mati, ia dapat saja bertambah wilayahnya jika suara mayoritas rakyat menghendaki, atau juga dapat berkurang wilayahnya dengan referendum jika mayoritas rakyat menghendaki. UUD 45 juga bukan harga mati, ia dapat saja ditambah atau dikurangi atau bahkan di ganti sama sekali jika suara mayoritas rakyat menghendaki. Bhineka Tunggal Ika juga bukan harga mati, ia hanyalah slogan yang dapat saja dirubah jika mayoritas suara rakyat menghendaki. Justru jika ada sesuatu yang harga mati dalam sistem demokrasi, maka sesuatu itu bertentangan dengan prinsip demokrasi itu sendiri.

Sekarang sudah jelas, jika ternyata nanti suara mayoritas rakyat menghendaki sistem khilafah maka itu sudah sesuai prinsip demokrasi. Jika opini masyarakat sudah terbentuk secara mayoritas tentang sisi posistif sistem khilafah dan sisi negatif sistem demokrasi maka itu sesuatu yang tidak bisa dihindari. Biarlah secara alamiah rakyat menilai dan memutuskan kapan saat yang tepat mereka menginginkan khilafah sebagai pengganti demokrasi dengan penuh kesadaran, tanpa paksaan apalagi kekerasan. Perubahan ini nanti murni dengan kesadaran dan pemikiran tanpa kekerasan.


No comments:

Post a Comment