Thursday, 11 April 2019

Rezim Gagal Indonesia Butuh Khilafah


Sebagaimana tahun tahun sebelumnya, rezim yang berkuasa telah gagal mensejahterakan masyarakat. Terlihat tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup masyarakat, baik primer maupun sekunder. Berbagai program neo liberal yang sebagian terhimpun dalam program SDGs (Sustainable Development Goals)  hanya menghasilkan kebaikan semu, kezaliman dan kesengsaraan melingkupi kehidupan masyarakat. Diperparah oleh pemanfaatan RI 4 (e-govermen)  yang berlangsung dalam sistem kehidupan sekuler Kapitalisme. Berbagai janji diingkari. Meskipun rezim menyuarakan keberhasilan namun faktanya justru sebaliknya.  Kegagalan tersebut menjalar disetiap lini kehidupan masyarakat. 


Di bidang pertanian sejumlah program pemerintah seperti HET (Harga Eceran Tertinggi), Program TTI (Toko Tani Indonesia)  cenderung merugikan petani. Harga pelayanan kesehatan yang terus melangit dan akses publik terhadap layanan kesehatan (dokter, alat medis, obat) dengan BPJS tetap sulit. Dalam bidang pendidikan, Infrastruktur pendidikan dasar menengah jauh dari layak bahkan membahayakan jiwa Siswa. Adanya program BOS (bantuan operasional Sekolah) program PIP (program Indonesia Pintar) belum bisa optimal dalam pelaksanaannya,dll.  Pada pendidikan tinggi,  publik diperdaya dengan program pendidikan gratis ala neo liberal, seperti beasiswa BiDikMisi. Adanya agenda World  Class University/WCU membuat hak publik terhadap pendidikan tinggi dan murah atau gratis, berkualitas tinggal mimpi. 
Liberalisme telah menyusupi berbagai lini, adanya LGBT dan budaya barat yang permisif telah merusak generasi muda. Pencitraburukan Islam yang dilakukan oleh rezim ini dengan proyek perang melawan terorisme telah digencarkan. Rezim ini juga semakin terang terangan memposisikan diri sebagai pengawal ajaran Islam moderat. Kemunculan Islam wasatiyah/moderat ini digagas untuk membendung pemahaman radikalisme, ekstrimisme diberbagai belahan dunia. Melalui Islam nusantara mereka gunakan untuk melegitimasi Islam moderat agar diterima masyarakat di Indonesia. Mereka juga melakukan kriminalisasi terhadap ide khilafah yang menghadang tegaknya Islam ideologis. Ide khilafah didesain menjadi musuh utama umat Islam.  Ulama yang menyuarakan Islam dipersekusi. Mereka membungkam  kebebasan berbicara di ruang publik. AS menginginkan penduduk muslim terbesar ini menjadikan semua pemikiran sekulernya sebagai standar dalam kehidupannya.
Meskipun rezim jokowi Jk membantah tudingan sebagai antek asing, namun fakta fakta diatas yang terjadi sepanjang tahun ini makin memperkuat tudingan itu. Tak bisa dipungkiri bahwa Indonesia masih berada dalam penjajahan asing. Barat AS tetap mencengkeram Indonesia demi mencapai kepentingan mereka.  AS Memiliki kepentingan ekonomi terhadap Indonesia berada di kawasan pasifik yang menguntungkan perdagangannya. AS dan negara asing lain menyetir pembangunan infrastruktur dengan dalih memudahkan lalu lintas barang dan jasa. Padahal pembangunan ini hanya menjadikan Indonesia sebagai sasaran investasi proyek asing, obyek utang luar negri dan tempat serbuan tenaga asing. 
Pemerintah Indonesia memang sudah hilang kepercayaan dirinya. Mereka beranggapan tidak akan mampu melakukan pembangunan bila tanpa investasi asing.  IMF dan bank dunia adalah lembaga-lembaga rentenir dunia yang sering menjerat negara-negara berkembang melalui proyek-proyek pembangunan yang dibiayai utang. Pada pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia  oktober 2018 di bali  rezim joko widodo menawarkan 79 proyek yang membutuhkan utang asing sebesar 86 Miliar Dolar AS. Semua proyek yang ditawarkan adalah proyek yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat. Seperti proyek pembangkit listrik, minyak, gas, telekomunikasi, infrastruktur, transportasi, properti, pariwisata, hankam, pasar modal. Untuk membayar utang itu, pemerintah akan memasang harga tinggi untuk layanan listrik, jalan tol dan BBM.  Berbicara utang, utang Indonesia per-Agustus 2018 telah mencapai Rp 4636,19 triliun. Dalam tempo setahun Joko Widodo berhasil menambah sebesar 537,4 Triliun yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Semua paparan diatas menjadi bukti riil bahwa rezim ini merupakan antek asing. Rezim yang telah gagal mensejahterakan rakyatnya.  Kegagalan rezim demi rezim ini tak bisa dipungkiri bahwa demokrasi lah yang penyebabnya. Demokrasi yang memiliki prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat ini menjadi pepesan  kosong. Pesta demokrasi yang digelar pada tiap pemilu tidak pernah menghasilkan perubahan. Pesta demokrasi tiap 5 tahun sekali tidak pernah mendidik masyarakat melek politik. Fokus hanya pada mengumpulkan/mencari suara terbanyak, sibuk dengan pencitraan. Semua penuh kebohongan dan kepura -puraan. Akhirnya hasil dari pemilu 5 tahun  sekali ini tidak jauh beda dengan tahun tahun sebelumnya. Demokrasi memiliki latar belakang semangat mengiliminir pengaruh dari peran agama dalam kehidupan.  Demokrasi lahir dari anti tesis terhadap dominasi agama dan gereja. Oleh karena itu idenya tidak bersumber dari agama dan tidak menjadikan agama sebagai kaidah - kaidah berdemokrasi. 
Ide ini menyuarakan kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, kebebasan bertingkat laku. Sebenarnya demokrasi dinyatakan cacat sejak lahir pertama kali di Yunani. Plato mengatakan bahwa "liberalisasi adalah akar demokrasi sekaligus biang petaka yang akan gagal selama lamanya, negara menjadi rusak karena banyak penguasa yang korup, terjadi krisis moralitas, rentan terjadi anarkis. Dalam demokrasi, konsep kedaulatan di tangan rakyat memiliki konsekuensi hak legalalisasi berada ditangan rakyat, tak peduli ketika syara mengharamkan sesuatu asal rakyat sepakat boleh maka itu menjadi keputusan bersama. Tak salah jika banyak UU yang dihasilkan menguntungkan para investor asing, pemilik modal. Akhirnya kebijakan yang ada tidak berpihak pada rakyat. 
Demokrasi memberikan peluang bagi para kaki tangan  Barat untuk mendesain Kebijakan kebijakan yang menguntungkan Asing. Penguasapun akhirnya tunduk pada Asing dan mengabaikan kepentingan rakyatnya. Penguasa tidak terlihat fungsinya sebagai raain (pemeliharaan urusan publik) dan junnah (perisai).  Sungguh berbahaya jika negara dan pengurusan urusan rakyat diserahkan pada penguasa antek asing. Akankah rezim seperti ini layak mendapatkan kepercayaan?  Allah Swt telah memperingatkan kaum muslim bahwa penguasa seperti ini tidak boleh dipercaya. "Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah harapkan baginya surga"  (HR. Bukhori dan Muslim).
Membaca sejarah  masa Rasulullah, terlihat pengurusan berbagai persoalan kehidupan masyarakat begitu mensejahterakan.  Hal ini dikarenakan negara sebagai pelaksana syariat  Islam. Relasi yang mendasari hubungan penguasa dengan rakyat adakah aqidah Islam yang terpancar darinya aturan kehidupan yang  sempurna dan selaras dengan fitrah manusia.  Alhasil tidak saja mensejahterakan fisik/materi tapi juga menjadikan masyarakat menuju kemuliaan hakiki. Seperti yang dilakukan juga oleh para khulafaurrasyidiin. Kesejahteraan masyarakat mencapai puncaknya dapat disaksikan sepanjang era peradaban Islam yang berlangsung 13 abad dan meliputi dua pertigaan dunia. Produksi pangan berlimpah, ketrampilan dalam irigasi dan terasiring menghasilkan produktifitas pertanian yang luar biasa. 
Hal ini digambarkan oleh sejarawan Barat Cowell. Pelayanan kesehatan dilengkapi dimensi sosial dan kemanusiaan yang tinggi, cuma cuma namun berkualitas. Sistem pendidikan khilafah yang mencetak output pendidikan dengan karakter dan jatidiri keislaman yang kuat. Lahir para ilmuwan, pakar, ahli, dengan penemuan penemuan jenis. Akses pendidikan terjamin,  perguruan Tinggi nya menjadi kiblat pendidikan dunia. Kunci keberhasilan para Kholifah adalah para Kholifah hadir sebagai pelaksana hukum syariah yang berasal dari Allah Swt. Mereka bersungguh sungguh dalam penyelenggaraan pemenuhan berbagai hajat publik yang konsisten dalam bingkai syariah dan prinsip solih yang diterapkan.  Prinsip itu antara lain: (1) . Negara tidak dibolehkan hanya sebagai regulator tapi sebagai penanggungjawab penuh, (2). Pembiayaan kemaslahatan wajib diadakan negara salah satunya dari harta milik umum. (3) Prinsip Kekuasaan tersentralisasi, sementara administrasi bersifat desentralisasi. (4). Dalam pembangunan, pengadaan, penyelenggaraan kemaslahatan masyarakat langsung oleh pemerintah.
Saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan. Jika perubahan terjadi hanya pada wajah pemimpin tidak disertai perubahan tatanan hukum dan aturan, maka hanya akan menghasilkan perubahan semu. Karena rezim tsb masih dikendalikan oleh tatanan aturan yang mengikat. Oleh karena itu perubahan harus dimulai dengan mengubah ideologi dan tata aturannya. Mengganti rezim dan juga mengganti sistim. Islam menetapkan bahwa sosok pemimpin harus memiliki kepribadian Islam kuat, berfikir dan bertindak sesuai syariah, amanah dalam tugasnya, dia adalah negarawan handal. Ketakwaan individu pemimpin dan rakyat, muhasabah sesama rakyat serta adanya penerapan aturan syara dalam segala lini kehidupan akan menjaga kondisi bangsa dalam keadilan dan ketentraman. 
Walhasil, semangat perubahan umat negri ini dan negri manapun sudah seharusnya diarahkan pada jalan perubahan yang benar. Pasca reuni 212 merupakan momen tepat untuk mendekatkan pada janji Allah, bahwa khilafah satu satunya solusi yang akan menyelamatkan umat. Hanya dengan Islam umat akan hidup dengan peradaban tinggi, maju dan memimpin dunia.

(Disarikan dari Makalah Menuju Perubahan HAKIKI)


Oleh: Meitya R

No comments:

Post a Comment